Fanatik kepada Sosok

Sumber Gambar: https://www.abdulmajid.id
Jangan menggantungkan pengharapan kepada Makhluk, karena ia mengecewakan
Gantunglah pengharapan itu kepada Khalik, karena Khalik tak pernah mengecewakan

Beberapa bulan nan silam disaat negeri ini disibukkan dengan Pemilihan Raya, seorang kawan bertanya kepada kami perihal pilihan yang akan dipilih. Rupanya kami memiliki pilihan serupa dan ia dengan semangat bercerita tentang pilihan kami sembari menyanjung-nyanjung sosok yang akan dipilih tersebut.

Kami tersenyum "Tuan, sebagai orang Minangkabau kita tidak fanatik kepada tokoh. Cobalah tuan tengok kemasa silam. Tak ada orang Minangkabau nan fanatik. Apakah kepada tokoh ataupun kepada suku.." jawab kami.


"Seperti nasehat para ulama, pilihlah yang paling sedikit buruknya diantara pilihan nan buruk itu.." lanjut kami "Kita mesti mencari tahu periahl pilihan-pilihan tersebut, dan menimbang mana paling sedikit buruknya. Dan para ulama telah memberikan tanda kepada kita tentang yang paling sedikit buruknya itu.."

Beberapa saat setelah penobatan Tuan Besar yang teramat kami benci itu, muncullah pengumuman tentang para Wazir. Diantaranya muncul nama orang yang amat disanjung-sanjung oleh kawan kami. Dan ia pula nan paling kecewa dan marah atas itu.

Kami tersenyum, setidaknya itu menjadi pelajaran bagi Umat Islam. Karena Makhluk itu mengecewakan.

Tidak hanya dalam ranah politik, dalam beragamapun demikian pula. Jangan terlalu mengagung-agungkan dan menyanjung sesosok 'ulama'. Karena itu sama dengan bersikap fanatik. Guru tidak selalu benar, sejarah di negeri kita telah membuktikan betapa banyak murid yang 'melawan' kepada guru. Selorohan di negeri kita "Apabila seorang guru silat menguasai 22 jurus, hanya 21 yang akan diajarkan kepada muridnya. Yang Satu digunakan apabila si murid melawan pada dirinya.."

Masing-masing ulama menguasai disiplin ilmu yang berbeda, pemahaman yang berbeda pula, serta penafsiran yang berlainan. Karena latar belakang kehidupan dan pengalaman hidup mereka berbeda-beda. Kini, jamak kita dapati golongan yang mengaku paling faham agama kembali mempertentangkan antara Adat dengan Syari'at. Bagi dunsanak yang baru belajar agama mereka menghinakan Adat karena memandang Adat itu Jahiliyah. Maka tak mengherankalah kalau masa sekarang Adat tak lagi dipakai di negeri kita.

Banyak ulama-ulama bermunculan di Minangkabau yang mengharamkan Adat. Bahkan diantara  murid-murid mereka ada yang tatkala berkawin tak lagi menggunakan adat. Menikah macam ternak, tak tahu orang kampung kalau awak sudah bebini atau belaki.

Dan karena mengaji itu setengah-setengah, maka sifat Ujub dan Riya dalam beragama tanpa sengaja mereka kenakan. Tak tahukah mereka itu? Kami rasa tidak karena beragama itu setengah-setengah, ilmu belum lagi dalam. Dan mereka tidak mendapat hikmah dari ilmu yang mereka kuasai. Kebanyakan orang zaman sekarang berilmu namun tak mendapat hikmah dari ilmu yang mereka kuasai. Akibatnya dalam menyikapi setiap persoalan dalam kehidupan mereka acap menggunakan KACA MATA KUDA.

Dan yang paling buruk ialah menjadi orang yang meagung-agungkan sosok, dalam hal ini guru mereka atau ulama tertentu. Sikap tersebut sama dengan fanatik kepada sosok, suatu sifat tercela yang banyak dipakai oleh penduduk Pulau Seberang. Lupa mereka bahwa manusia itu bersifat khilaf, dan oleh karena itu seseorang terkadang harus memainkan peran sebagai pengingat kepada saudaranya yang khilaf tersebut.

Tidak ada orang Minangkabau yang fanatik kepada sosok, satu-satunya sosok yang sangat difanatiki oleh Orang Minangkabau ialah Muhammad bin Abdullah.

Boleh kita mengacu kepada seseorang yang menjadi guru kita, tapi jangan fanatik kepada dirinya. Perbanyaklah pengalaman dan tambah terus ilmu itu karena seperti kata pepatah "Tuntutlah ilmu dari ayunan sampai ke liang lahat".

Menuntut ilmu tidak mesti di sekolah, karena ilmu itu didapat sebagian besarnya dengan cara mengambil hikmah dari alam sebagaimana pepatah kita Alam Takambang Jadi Guru. Artinya bukan hanya belajar kepada binatang, tumbuhan, atau bukit, gunung, padang, dan lain sebagainya. Tetapi belajar dari setiap fenomena (kejadian) yang terjadi dalam kehidupan, terutama fenomana sosial, budaya, dan kemasyarakatan.

Setelah itu ditambah dengan bertukar fikiran (diskusi) dengan para Ahli Ilmu, mendengar setiap pandangan dan pendapat mereka lalu dari sanalah akan tersua jalan nan mesti ditempuh sesuai Syari'at.

Jangan terlalu cepat mendakwa "Haram" atau "Kufur" dan lain sebagainya. Dakwaan serupa itu menunjukkan kalau ilmu tuan masih sedikit, dangkal. Tuan baru belajar, adab orang baru belajar itu mesti banyak bertanya mengenai apa yang tidak diketahuinya bukan langsung memberi label "HARAM".

Petuah orang tua kita 

"Mengaji itu dari Alif sampai Ya. Ini baru Alif yang tegak lurus itu nan dikaji telah pandai pula Berhujjah. Pelajari satu persatu huruf Hijayyiah itu, dalami maknanya niscaya akan tampak yang Haq dan yang Bathil.."


________________________________
Ahad, 24 Rabiul Awal 1441




يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُونُوا قَوَّامِينَ لِلَّهِ شُهَدَاءَ بِالْقِسْطِ ۖ وَلَا يَجْرِمَنَّكُمْ شَنَآنُ قَوْمٍ عَلَىٰ أَلَّا تَعْدِلُوا ۚ اعْدِلُوا هُوَ أَقْرَبُ لِلتَّقْوَىٰ ۖ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۚ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ Arab-Latin: Yā ayyuhallażīna āmanụ kụnụ qawwāmīna lillāhi syuhadā`a bil-qisṭi wa lā yajrimannakum syana`ānu qaumin 'alā allā ta'dilụ, i'dilụ, huwa aqrabu lit-taqwā wattaqullāh, innallāha khabīrum bimā ta'malụn Terjemah Arti: Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.





Referensi: https://tafsirweb.com/1892-surat-al-maidah-ayat-8.html  
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُونُوا قَوَّامِينَ لِلَّهِ شُهَدَاءَ بِالْقِسْطِ ۖ وَلَا يَجْرِمَنَّكُمْ شَنَآنُ قَوْمٍ عَلَىٰ أَلَّا تَعْدِلُوا ۚ اعْدِلُوا هُوَ أَقْرَبُ لِلتَّقْوَىٰ ۖ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۚ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ Arab-Latin: Yā ayyuhallażīna āmanụ kụnụ qawwāmīna lillāhi syuhadā`a bil-qisṭi wa lā yajrimannakum syana`ānu qaumin 'alā allā ta'dilụ, i'dilụ, huwa aqrabu lit-taqwā wattaqullāh, innallāha khabīrum bimā ta'malụn Terjemah Arti: Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.

Referensi: https://tafsirweb.com/1892-surat-al-maidah-ayat-8.html  

Komentar

Postingan Populer